berita paling hot

Selasa, 24 Februari 2009


Pendahuluan


Orang Kristen beribadah pada hari Minggu, yaitu hari pertama dari sepekan. Kebiasaan ini telah terjadi sejak gereja di Perjanjian Baru. Karakteristik ibadah Kristen banyak menyerap unsur yang ada di ritus Yudaisme, meskipun terdapat pula beberapa kekhasan. Kekhasan itu khususnya didasarkan pada peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan Kristus. “Kalender Kristen” dengan demikian sangatlah Christ-centered.


Ada masalah di sini. Jika Yesus dari Nazaret itu adalah Mesias, penggenap nubuat Perjanjian Lama, maka mengapa para pengikut-Nya tidak mematuhi hukum ke-4, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat”? Mengapa mereka beribadah di hari pertama, bukan hari ketujuh, seperti yang diperintahkan Tuhan di dalam loh hukum Taurat-Nya? Bukankah Yesus pun rajin beribadah di sinagoga tiap-tiap Sabat? Ia sendiri bersabda, satu titik pun dari Taurat tidak akan dihapuskan sebelum semuanya tergenapi (lih Mat. 5:18) , lalu apa pembenaran bahwa ibadah Kristen dilakukan pada hari Minggu? Penting untuk disimak pula, bahwa para rasul—yang nota bene adalah orang-orang Yahudi—mereka pun tetap setia melakukan ibadah pada hari Sabat. Tak satu pun di antara mereka yang memerintahkan untuk menyucikan hari Sabat, bukan?


Inilah inti protes yang dilancarkan oleh para pengikut Gereja Adven Hari Ketujuh. Ditengarai oleh perdebatan sengit mengenai hari ibadah pada tahun 200-an M., maka pada tahun 300-an M., Gereja Katolik Roma meresmikan hari Minggu sebagai hari ibadah. Mereka malahan menyangka, bahwa pengubahan hari untuk umat beribadah itu adalah akal bulus dari Katolik Roma dan imperium Roma, melalui persidangan yang diratifikasi oleh Kaisar Konstantinus. Klop sudah. Gereja berkolaborasi dengan negara, sehingga benarlah perkataan cuius regio, ius religio. Siapa yang menjadi raja, dialah yang berhak menentukan agama. Gereja, dari tahun 538 – 1890, telah mengkhianati iman yang murni, yang diperintahkan sendiri oleh Yahweh.


Maka, bagaimanakah kita memahami alasan untuk beribadah kepada Tuhan Allah pada hari pertama? Apakah kita telah disesatkan? Apakah kita telah dibelokkan menuju sebuah iman yang asing dari kebenaran Alkitab?



Kembali ke Alkitab


Adalah benar, bahwa di PB, tidak ada perintah untuk menaati hari pertama itu sebagai hari ibadah untuk umat Kristen. Dalam pada itu, hari pertama di satu pekan itu diindikasikan telah menjadi waktu bagi jemaat untuk menyembah Tuhan, sebagai ganti hari Sabat Yahudi.


Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam. (Kis. 20:7)


Orang Adven Hari Ketujuh menafsirkan ayat ini demikian. Orang Kristen dapat melakukan Perjamuan Kudus di luar hari ibadah (Sabat), dengan dasar seperti yang dikatakan dalam Kis. 2:41-47


Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. (ay. 42b)


Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati. (ay. 46)


Ada indikasi, bila di Bait Allah di Yerusalem, mereka melakukan ibadah, tetapi bila di rumah-rumah jemaat, mereka mengadakan persekutuan untuk memecahkan roti Perjamuan Kudus. Harus diingat, perkataan “mereka berkumpul tiap-tiap hari” hanya dituliskan di sini. Pada bagian yang berparalel, yaitu 4:32-35, tidak disebutkan lagi bahwa mereka mengadakan persekutuan tiap-tiap hari. Tetapi hal yang meleset dari pengamatan kaum Adven adalah, bahwa mereka berkumpul tiap-tiap hari di Bait Allah. Bukan setiap hari Sabat atau hari tertentu! Jika demikian, bukankah seharusnya orang Kristen pun mengikuti teladan gereja mula-mula ini?


Lebih-lebih, di dalam Kisah Para Rasul, kita melihat ada peristiwa-peristiwa yang tidak melulu harus dapat diulangi. Peristiwa Pentakosta, misalnya. Roh Allah hanya sekali dicurahkan (Kis. 2:1-40). Mengenai hari untuk beribadah, disebutkan di 20:7 bahwa jemaat telah mengadakan persekutuan pada hari pertama. Hendaklah kita camkan baik-baik, tidak dikatakan lagi bahwa Paulus tiap-tiap hari berkumpul untuk memecahkan roti bersama jemaat! Hari pertama, telah menjadi hari beribadah untuk orang Kristen.


Perhatikan pula kutipan ayat di bawah ini,


Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu, hendaklah kamu masing-masing—sesuai dengan apa yang kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang (1Kor. 16:2)


Paulus menasihati jemaat Korintus yang melimpah dengan beragam karunia dan berkat, untuk menyisihkan kepunyaan untuk dikumpulkan pada hari pertama. Mengapa hari pertama? Sebab pada hari itu, jemaat mengadakan persekutuan.


Pertanyaan, mengapa terjadi pegeseran dari hari Sabat ke hari Minggu? Dari penyelidikan sederhana Alkitab di atas, kita telah mendapatkan indikasi adanya pergeseran, jauh sebelum Katolik Roma mengubah hari ibadah orang Israel. Tetapi marilah kita kembali melacak alasannya dari Alkitab.


Memang benar, para rasul, termasuk Paulus, selalu hadir dalam ibadah Sabat di sinagoga (mis. Kis. 13:14, 42, 44). Akan tetapi sedini itu pula, tantangan datang kepada para rasul. Paulus dan Barnabas dianiaya dan diusir dari Antiokhia (ay. 50). Selanjutnya, orang-orang Yahudi menolak pemberitaan mereka dan menghasut orang-orang yang tidak mengenal Allah (bukan orang Yahudi). Akhirnya kedua pihak bersekongkol untuk menyiksa dan melempari kedua rasul dengan batu. Mereka berdua pindah ke Listra, tapi orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium serasa tak puas dengan agresi mereka, mereka menyebarkan pengaruh ke Listra (14:19). Mereka melempari Paulus sampai sekarat.


Memang benar, para rasul dan jemaat mula-mula rajin beribadah di hari Sabat. Kendati begitu, mereka menghadapi tantangan ekstrenal, yaitu dari orang-orang Yahudi yang sangat membenci mereka. Mereka diusir dari rumah ibadah. Dapat kita pastikan, itulah yang terjadi pula terhadap jemaat. Di Kis. 8:1b bahkan telah dijabarkan, bahwa mulai terjadi penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem, sehingga mereka harus terserak ke luar Yerusalem.


Kita dapat saksikan, bukan kebencian orang Kristen terhadap orang Yahudi, sebaliknya, orang Yahudilah yang sangat membenci keberadaan orang Kristen. Mereka pun melarang orang-orang Kristen untuk “mengopi” ritus ibadah mereka; termasuk perkumpulan di sinagoga yang diadakan tiap-tiap hari Sabat. Orang Kristen tidak mendapatkan tempat di rumah ibadah Yahudi.


Itulah sebabnya, mengapa orang Kristen kemudian mengusung ibadah mereka pada hari Minggu. Mereka mengadopsi sebagian besar unsur ritual Yudaisme, tetapi melihatnya dari cara pandang Kristologi.


Istilah “Hari Tuhan” (Yun. kuriakē hēmēra; Ing. the Lord’s Day; Por. Domingo) paling gamblang ditemukan di Wahyu 1:10. Di PL, kata “hari TUHAN” (Ibr. yôm YHWH), menunjuk kepada hari penghakiman akhir yang tidak berpihak. Tetapi kata ini dapat pula berarti hari perayaan bertakhtanya Yahweh pada perayaan tahun baru. Selain mengadopsi pemahaman ekstaologis (akhir zaman) di atas (mis. 2 Ptr. 3:1-13). di tulisan-tulisan awal umat Kristen, “hari Tuhan” mengindikasikan hari Minggu, hari pertama di tiap pekan.


Bukan Perkara yang Instan


Melihat perkembangan hari Minggu sebagai hari ibadah umat Kristen di atas, kita memang mengakui bahwa perubahan itu tidak serta merta terjadi. Bukan instan untuk mengubah hari itu. Di dalamnya terdapat konflik tafsir yang cukup rumit. Pertama-tama, kita harus mengakui, tidak ada pernyataan eksplisit bahwa Kristus dan para rasul menetapkan hari Minggu itu sebagai pengganti Sabat.


Namun demikian bukan berarti hari itu merupakan temuan orang Kristen yang mau sekadar berbeda dari Yudaisme. Kekristenan muncul dari latar Yudaisme, sehingga pengaruh Sabat pun tetap kental dalam peringatan karya Allah di tiap hari pertama. Di atas, kita telah menemukan jejak-jejak kecil bahwa peringatan Minggu merupakan tanggapan dari kebencian Yahudi yang menganiaya dan mengusir orang-orang Kristen dari rumah-rumah ibadah mereka.


Pada waktu Kekristenan berhasil menarik hati sebagian orang Yahudi, maka orang-orang Kristen Yahudi ini pertama-tama mematuhi dua hari ibadah sekaligus, yaitu Sabat dan Minggu. Seiring berjalannya waktu, ketika gerakan Kekristenan ini menjadi lebih bercorak non-Yahudi, maka perbedaan pun kian jelas dengan Yudaisme. Kebanyakan orang Kristen menerapkan hari Minggu sebagai hari ibadah. Sama karakteristiknya dengan Sabat, maka hari Minggu merupakan hari sukacita dan perayaan, dan berpuasa pun dilarang pada hari itu. Pada pagi-pagi benar, kaum Kristen perdana berkumpul di hari Tuhan itu, dan kembali berkumpul di malam hari untuk menyembah dan memecahkan roti bersama. Sebuah kitab di abad ke-2 M., yang disebut Didakhē, atau Ajaran-ajaran Kedua Belas Rasul, yang bercorak sangat Yahudi, menyebutkan bahwa gereja “berkumpul dan mengucapkan syukur” pada Hari Tuhan (Didakhē 14).


Tak kurang dari awal abad ke-3 M., kebiasaan di hari Sabat pun diterapkan pada hari Minggu. Hari Sabat di PL adalah peringatan penciptaan dunia serta pemeliharaannya oleh Tuhan Allah, serta juga peringatan bebasnya orang Israel dari Mesir (Kej. 2:3; Kel. 20:11; Ul. 5:15). Orang Kristen memaknai hari Minggu, hari kebangkitan Kristus itu sebagai hari penciptaan baru! Itulah hari “pertama” di mana Allah membarui ciptaan-Nya, pertama-tama dengan kebangkitan Putra Tunggal-Nya.


Kekristenan di abad ke-2 M. mulai bersentuhan dengan dunia pagan (agama-agama kafir). Konflik pandangan dunia yang sengit pun terjadi di antara orang Kristen dan kaum pagan. Semula hari Minggu adalah hari yang dikhususkan bagi dewa matahari dalam kultus orang-orang Roma. Kekristenan yang telah diusir dari Yudaisme kini menyentuh agama Romawi. Yang terjadi bukan asimilasi (peleburan sehingga kompromistis). Orang Kristen ditantang untuk menunjukkan perbedaan ibadah mereka dari ibadah Yahudi dan ritus agama pagan. Dengan hari Minggu menjadi hari ibadah, maka pamor dan kehebatan sang dewa surya (dewa matahari) dari Roma menjadi nihil. Kristus berjaya! Kristus menang atas para dewa. Kristus mentransformasi kebudayaan.


Kekhasan Hari Minggu


Walaupun banyak mengadaptasi fitur hari Sabat, hari Tuhan sejak pada mulanya merupakan kekhasan jemaat Kristen. Umat Kristen berkumpul pada hari itu, oleh sebab itulah hari Yesus bangkit dari antara orang mati. Keempat Injil menyurat jelas bahwa kebangkitan itu terjadi pada dini hari di hari pertama (Mat. 28:1; Mrk. 16:2; Luk. 24:1; Yoh. 20:1).


Enam dari delapan penampakan Yesus setelah kebangkitan pun terjadi pada hari pertama di Minggu itu: kepada Maria Magdalena (Yoh. 20:1-18), kepada para perempuan yang membawa rempah-rempah (Mat. 28:7-10), kepada dua murid di jalan ke Damsyik (Luk. 24:34), kepada sepuluh murid minus Tomas (Yoh. 20:19-23; bdk. Luk. 24:36-49), dan kemungkinan pun kepada kesebelas murid termasuk Tomas (Yoh. 20:24-29). Penampakan-penampakan Kristus ini cukup menjelaskan bahwa hari pertama itu memiliki kekhasan di mata para penulis Injil, dan di PB.


Kemudian, bila benarbahwa Kristus disalibkan pada hari keenam di Minggu itu (Jumat), maka hari Pentakosta sebenarnya jatuh pada hari pertama di pekan, sebab jatuhnya pada hari ke-50 setelah Paskah. Jika demikian, maka pencurahan Roh Kudus ke atas para rasul dan orang Kristen perdana terjadi pada Hari Tuhan (Minggu), lih. Kis. 2:1-4.


Kebangkitan Yesus, yang meneguhkan-Nya sebagai Kristus, Anak Allah, ditolak oleh para lawan gereja yang berlatar belakang Yahudi. Peristiwa ini adalah yang paling sentral dalam iman Kristen, dan inti Injil berpuncak dalam peristiwa ini. Maka, tidaklah mengherankan bila orang Kristen—baik Kristen Yahudi maupun non-Yahudi—akan memandang hari di mana peristiwa itu terjadi sebagai kekhasan yang menarik garis pemisah dengan Yudaisme. Dengan berkumpul di hari pertama di tiap-tiap minggu, gereja memproklamirkan berita inti dari imannya.


Kemudian, seorang Bapa Gereja mula-mula bernama Yustinus Martir (+ 100-165 M.) dalam buku Apology (I.67), mengatakan alasan mengapa gereja perdana memilih hari itu sebagai hari penyembahan. Meski bukan orang Yahudi secara darah daging, pengetahuan Yustinus akan PL mendalam sekali. Ia mengatakan bahwa hari Minggu itu merupakan hari pertama penciptaan (inti berita PL), dan kebangkitan Kristus (inti berita PB). Dengan begitu, titik berat yang membedakan hari Minggu dengan hari Sabat adalah peristiwa kebangkitan itu. Kemudian, bila hari Sabat menandai beristirahatnya Tuhan dari penciptaan, hari pertama adalah hari mulainya “penciptaan baru.” Dengan menyembah Allah di hari pertama pada tiap pekan, maka gereja meretas sebuah keyakinan bahwa Allah telah memulai suatu awal mula yang baru di dalam Yesus Kristus dan umat perjanjian baru (2Kor. 5:17; Why. 21:1-5). Jauh di kemudian hari, bapa gereja Athanasius (dari Kekristenan Timur, bukan Katolik Roma!) menambahkan kutipan yang meneguhkan bahwa hari pertama minggu itu adalah sama maknanya dengan hari Sabat, yaitu “Inilah hari yang Tuhan telah jadikan, marilah kita bergembira dan bersukacita di dalamnya.”


Kesimpulan


Mengatakan bahwa hari Minggu merupakan akal bulus gereja Katolik Roma adalah suatu paham yang naif. Gereja (termasuk Katolik Roma), tidak menciptakan perubahan Sabat ke Minggu. Gereja meneruskan sebuah tradisi yang berkuncup pada reaksi terhadap kebengisan orang-orang Yahudi terhadap Kekristenan, dan mekar ketika gereja mulai menegaskan jati dirinya, dan bersentuhan dengan dunia pagan.


Gereja meneguhkan Minggu sebagai hari ibadah, sesuai dengan karakter-Nya yang Kristosentris. Kristosentris ini bukan sekadar pada meniru atau mengopi apa yang dikerjakan oleh Yesus. Jika ada orang yang mengatakan bahwa Yesus adalah Pribadi yang patuh kepada semua ditil hukum Taurat termasuk tradisi Yudaisme yang terkemudian, maka kita akan tercengang bahwa Kristus “kerap melanggar” kekudusan hari Sabat.


Para kaum Adven Hari Ketujuh suka mengutip Matius 12:8, “Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat,” tetapi mereka lupa bahwa kalimat itu berada di dalam konteks Yesus “memberontak” terhadap aturan Sabat yang membuat orang Yahudi sebagai kaum legalis, arogan dan merasa yang paling benar. Ia bahkan mengutip bahwa di PL pun, raja Daud (1Sam. 21:1-6) dan para imam (Im. 24:5-9). Yesus pun menyembuhkan orang pada hari Sabat (Mat. 12:9-15a), dan hal ini menimbulkan persengketaan yang hebat! Akibatnya? Para Yahudi yang mendengar Yesus bersekongkol untuk membunuh-Nya (ay. 14). Yesus ingin menegaskan, bahwa peraturan Sabat jangan sampai mengarah kepada kemunafikan. Di bibir memuliakan Tuhan, tetapi dalam hati dan tindakan membenci dan merendahkan manusia. Manusia bukan diciptakan untuk Sabat, tetapi Sabat diciptakan untuk manusia.


Gereja melihat tema sentral di dalam PB, yaitu kebangkitan Yesus sebagai pusat iman Kristen, yang terjadi pada hari pertama di pekan Paskah itu. Dari kesaksian Alkitab sendiri, kita temukan bahwa orang Kristen telah mengkhususkan hari pertama itu sebagai hari ibadah. Meski, pada mulanya mereka beribadah di 2 hari: Sabat dan Minggu. Di kemudian hari, hanya di hari Minggulah mereka beribadah dan mengadakan sakramen.


Secara praktis, orang-orang yang getol memperjuangkan Sabat sebagai hari yang benar untuk beribadah akan menjadi orang yang tidak konsisten. Ia mengatakan, bahwa Sabat mulai pada hari Jumat pukul 18.00, sampai Sabtu 17.59’, akan tetapi mereka menghitung hari lain dimulai pada pukul yang sama. Contoh, kalau ia mempunyai janji pada hari Senin pukul 21.00, mengapa ia tidak menyebutkannya hari Selasa jam ketiga? Atau, berangkat kantor hari Senin pagi pukul 07.00, mengapa ia tidak menyebut hari Selasa jam kedua pagi? Kalau itu benar terjadi, maka dapat dipastikan, kacaulah kehidupannya. Jadi, apakah Tuhan hanya menciptakan hari Sabat, dan hari lain berposisi lebih rendah sehingga layak untuk tidak diingat? Bukankah hari-hari lain pun adalah ciptaan Tuhan dan semua hari sama-sama di mata Tuhan? Kenyataannya, mereka yang fanatik dengan hari Sabat tidak konsisten dengan penggunaan hari tersebut.


Sebagai penutup, hendaklah kita selalu sadar terhadap banyak orang yang suka mengutip ayat, tetapi melepaskan dari kebenaran Kitab Suci. Banyak ayat belum tentu alkitabiah. Ayat yang dikutip perlu dipahami latar budaya, sejarah, gramatikanya. Kata Bang Napi, “Waspadalah! Waspadalah!”


TERPUJILAH ALLAH!

source : http://verbi-divini-minister.blogspot.com/search/label/Biblika


0 komentar:

Posting Komentar

Cara mudah dapet duit